Pada acara diskusi filsafat
Perennial Studi Grup Sanggar Sophia (S.G.S.S) tanggal 3 Nopember 2013 yang
lalu, mulai pukul 11:30 WIB, bertempat di hotel Madju, Sherika yang merupakan
seorang seniman desain produk lulusan STISI Bandung, memandu diskusi dengan
topik yang disodorkannya bertema “Child Prodigy”. “Child Prodigy” sendiri
singkatnya adalah anak yang memiliki bakat dan kemampuan yang luar biasa di
bidang tertentu.
Sherika
memandu diskusi “Child Prodigy”
Dalam pandangan masyarakat umum, manusia memiliki kemampuan yang luar biasa di bidang tertentu terbentuk karena
latihan yang keras dan usaha yang tekun. Namun, pada fenomena “Child Prodigy”
yang dibawakan oleh Sherika lewat sejumlah video yang diputar, kita
diperlihatkan pada kenyataan bahwa sejumlah anak memiliki kemampuan yang luar
biasa di bidang tertentu seolah “ganjil”. Anak-anak ini terlihat tidak hanya
memiliki bakat secara genetik, melainkan juga seakan ada “keajaiban” menyertainya.
“Keajaiban” di sini adalah anak-anak tersebut seolah memiliki “old soul”: walau
fisik mereka anak-anak, tapi jiwa dan pikiran mereka lebih dewasa dari usianya.
Salah satu video “Child Prodigy”
Sherika sendiri sebagai
pembicara mengaku bahwa ia tidak begitu mempercayai fenomena ini bila dikaitkan
dengan teori reinkarnasi. Walau demikian, ia mengatakan bahwa ia tidak
memungkirinya, karena reinkarnasi tentu bisa ditelaah, khususnya dari sudut
pandang Teosofi.
Para peserta yang hadir mengemukakan
pendapat-pendapatnya mengenai “Child Prodigy” pada sesi diskusi. Tante Elly
berpendapat, “Jika itu dianggap keajaiban, saya setuju. Dalam salah satu video
yang diputar tadi, ada seorang anak yang baru sedikit diberi referensi mengenai
sebuah lagu dan belum pernah mendengarkannya secara utuh sebelumya, anak
tersebut langsung mampu memainkan lagu tersebut dengan sempurna. Bagi saya,
itulah keajaiban.” Tante Neni pun berpendapat, “Setiap anak sebenarnya sudah
membentuk pola-pola intelektual dan emosional yang didapat dari stimulasi terus
menerus saat dalam kandungan sampai dengan dilahirkan. Bagi orang tua yang
menyadari potensi ini, mereka akan memfasilitasi anak untuk melanjutkan
stimulasinya. Banyak orang tua yang tidak menyadari potensi ini sehingga tanpa
sadar mereka mendegeniuskan kemampuan anak, menjadikannya biasa-biasa saja.”
Suasana
diskusi “Child Prodigy”
Di akhir diskusi, Alnino Utomo
memaparkan tinjauan dari Teosofi terhadap fenomena “Child Prodigy”, “Dari buku
filsafat India, saya membaca bahwa setiap orang memiliki karma dan mengalami reinkarnasinya
sendiri-sendiri. Saat menjadi Biku, saya pernah melakukan meditasi untuk
mengetahui kehidupan saya di masa lalu dan saya melihat bahwa dulunya saya memiliki
misi yang belum terselesaikan. Maka dari itu, saya kembali dilahirkan menjadi
sosok Nino ini untuk menyelesaikan misi tersebut. Ini juga bisa saja terjadi
pada anak-anak ‘Prodigy’. Mereka merupakan reinkarnasi dari jiwa-jiwa yang
dulunya memiliki misi yang belum terselesaikan.”
Akhirnya, semua bisa
disimpulkan oleh para peserta diskusi masing-masing. Bila dilihat dari sudut
pandang filsafat Perennial, pendapat mengenai bakat, lingkungan dan reinkarnasi
terhadap “Child Prodigy” tentu bisa diterima maupun diperdebatkan, karena
masing-masing memiliki alasan. Diskusi pun selesai dan ditutup dengan makan
siang yang sangat spesial. Menu makan siang kali ini adalah nasi goreng
Thailand buatan tante Neni dilengkapi dengan Mix Fruit Sallad buatan tante
Elly. Para peserta diskusi begitu lahap menikmati hidangan yang tersedia.
Menu
makan siang S.G.S.S: “All Vege-Foods by tante Neni & tante Elly”
Selesai menikmati hidangan makan siang, para peserta
kembali ke ruangan dan menentukan topik diskusi untuk acara S.G.S.S berikutnya.
Apakah itu? Tunggu kabar selanjutnya!
Bandung, 4 November 2013
S.G.S.S